BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang masalah
Latar belakang masalah yang di
bahas dalam analisis roman di bawah lindungan ka’bah adalah tentang analisis
setting, karena setting roman di bawah lindungan ka’bah sangat beragam dan sangat
menarik untuk di analisis. Dengan demikian analisis setting roman di bawah
lindungan ka’bah dilakukan sehingga dapat diketahui setting yang menarik dalam
roman di bawah lindungan ka’bah.
1.2
Rumusan masalah
1. Jenis
setting apa saja yang terdapat pada roman di bawah lindungan ka’bah?
2. Apakah
terdapat seting waktu pada roman di bawah lindungan ka’bah?
1.3
Tujuan
Penulisan
ini bertujuan untuk:
1. Untuk
melatih diri sendiri dalam segi menganalisis sebuah roman.
2. Sebagai
pembekalan diri sendiri.
3. Sebagai
latihan menulis analisis sebuah roman.
1.4
Manfaat
Penulisan
ini bermanfaat untuk:
1. Sebagai
bekal untuk melakukan penelitian berikutnya.
2. Hasil
penulisan ini nantinya bisa di jadikan sebagai bacaan.
3. Memberikan
wawasan untuk pembaca.
BAB II
2.1
Kajian teori
Kajian teori dalam tuliasan ini dalah sebagai berikut
Setting
merupakan latar belakang yang membantu kejelasan jalan cerita, setting ini
meliputi waktu, tempat, social budaya (Drs, Rustamaji, M.Pd, Agus Priantoro,
S.Pd)
Latar atau setting yang disebut
juga sebagai landas tumpu,menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan
lingkungansosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan
(Abramsdalam Nurgiyantoro, 2007:216).
Latar memberi pijakan cerita secara
konkret dan jelas. Hal inipenting untuk memberikan kesan realistis kepada
pembaca, menciptakansuasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan
terjadi. Pembaca merasa dipermudah untuk ³mengoperasikan´ daya imainasinya,di
samping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungandengan pengetahuannya
tentang latar. Pembaca dapat merasakan danmenilai kebenaran, ketepatan, dan
aktualisasi latar yang diceritakansehingga merasa lebih akrab. Pembaca
seolah-olahmerasainiakan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana tempat,
warna lokal,lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita (Nurgiyantoro,
2007:217).Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitutempat,
waktu, dan sosial (Nurgiyantoro, 2007:227).Ketiga unsur itu walaumasing-masing
menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapatdibicarakan secara sendiri, pada
kenyataannya saling berkaitan dan salingmemengaruhi satu dengan yang
lainnya.Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yangdiceritakan
dalam sebuah karya fiksi.Unsur tempat yang dipergunakanmungkin berupa tempat-tempat
dengan nama tertentu, inisial tertentu,mungkin lokasi tertentu tanpa nama
jelas.Latar waktu berhubungandengan masalah ³kapan´ terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakandalam sebuah karya fiksi. Masalah ³kapan´
tersebut biasanyadihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya
atau dapatdikaitkan dengan peristiwa sejarah.Latar sosial menyaran pada
hal-halyang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di
suatutempat yang diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2007:233).Badrun
(1983:89) menyatakan bahwa tempat kejadian ceritamerupakan salah satu faktor
pembantu untuk memperjelas cerita yangdikarang. Kejelasan setting akan
memengaruhi nilai sebuah cerita. Olehsebab itu, pengertiansetting meliputi
latar belakang fisik, ruang danlingkungan tempat terjadinya cerita.Dengan lukisan latar
yang tetap, cerita akan menjadi lebih mantap.Peristiwa-peristiwa yang terjadi
akan mudah diterima pembaca sebagaisesuatu yang wajar. Di dalam menyusun suatu
cerita, peristiwa-peristiwa dan waktu terjadinya harus jaga benar-benar agar
menjadi terang didalam pikiran pembaca. Iklim dan periode sejarah dapat pula
membantumemberikan kejelasan kepada pembaca. Iklim perang, damai,
perioderevolusi fisik, periode pembangunan, dan sebagainya dapat mejadi latar dari
berbagai peristiwa, bahkan dapat menjelaskan watak pelaku. Jelaslahsekarang
bahwa di samping latar belakang fisik yang dapat dilihat, waktu,iklim, atau
suasana, dan periode sejarah juga merupakan bagian latar (Kusdiratin,
1985:70).Dapat disimpulkan bahwa latar pada dasarnya tempat
yangmelingkungi pelaku atau tempat terjadinya peristiwa. Tempat
tersebutberhubungan pula dengan hal-hal yang di sekitarnya termasuk
alat-alatatau benda-benda yang berhubungan dengan tempat terjadinya
peristiwaiklim atau suasana dan periode sejarah
BAB
III
DATA PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN
3.1
Data paparan
Sinopsis
Hamid seorang anak yatim dan miskin.
Dia kemudian diangkat oleh keluarga kaya,yaitu keluarga Haji Ja’far dan
istrinya Asiah terhadap Hamid sangat baik. Hamid seakan-akan telah dianggapnya
sebagai anak mereka sendiri. Mereka begitu sayang sama Hamid, sebab Hamid
termasuk seorang anak yang rajin,sopan,berbudi serta taat sekali terhadap
agama. Itulah sebabnya Hamid juga mereka sekolahkan bersama-sama dengan Zainab
anak kandung Haji Ja’far di sekolah rendah.
Hamid begitu sayang sama Zainab.
Sebaliknya jauga Zainab, sangat sayang sama Hamid. Mereka sering pergi ke
sekolah bersama-sama. Mereka juga bermain bersama-sama sepulang sekolah maupun
selama di sekolah. Ketika kedua-duanya beranjak remaja, rupanya dalam dada
masing-masing mulai tumbuh perasaan lain. Suatu perasaan selama ini belum
pernah mereka rasakan. Hamid merasa bahwa rasa kasih sayang yang muncul dalam
dadanya terhadap Zainab sudah melebihi rasa sayang kepada seorang adik seperti
selama ini dia rasakan. Zainab juga ternyata mempunyai perasaan yang sama
seperti yang dirasaka Hamid.
Setelah menamatkan sekolah
rendahnya, Hamid melanjutkan lagi sekolahnya ke Padangpanjang. Sementara Zainab
langsung dipingit oleh kedua orang tuanya. Maka, dengan berat hati, Hamid
meninggalkan gadis itu. Selama di Padangpanjang, pemuda itu semakin menyadari
perasaan cintanya terhadap Zainab. Perasaan rindu hendak bertemu dengan gadis
itu semakin hari semakin menyiksa dirinya. Ia ingin selalu berada di dekatnya.
Namun, ia tidak berani mengutarakan perasaan hatinya. Ia menyadari adanya
jurang pemisah yang sangat dalam di antara mereka. Zainab berasal dari keluarga
berada dan terpandang, sedangkan dia hanya berasal dari keluarga miskin. Itulah
sebabnya rasanya cintanya yang bergelora terhadap Zainab hanya dipendam saja.
Hamid benar-benar harus mengubur
perasaan cintanya kepada Zainab ketika Haji Ja’far, ayah Zainab yang sekaligus
ayah angkatnya, meninggal dunia. Tidak lama kemudian, ibu kandungnya pun
meninggal dunia. Betapa pilu hatinya ditinggalkan oleh kedua orang yang sangat
dicintainya. Kini ia merasa hidup sebatang kara. Ia merasa tidak lebih sebagai
pemuda yatim piatu yang miskin. Sejak kematian ayah angkatnya, Hamid tidak
dapat menemui Zainab lagi karena gadis itu telah dipingit ketat oleh mamaknya.
Hati Hamid semakin hancur ketika ia
mengetahui bahwa mamaknya, Asiah akan menjodohkan Zainab denga seorang pemuda
yang memiliki hubungan kekerabatan dengan almarhum ayah angkatnya. Bahkan Mak
Asiah menyuruh Hamid untuk membujuk Zainab agar gadis itu menerima pamuda
pilihan ibunya sebagai calon suaminya. Betapa hancur hati Hamid menerima
kenyataan itu. Cinta kasih kepada pujaan hatinya tidak akan pernah tercapai.
Dengan berat hati, Hamid menuruti
kehendak Mak Asiah. Dia menemui Zainab dan membujuk gadis itu agar menerima
pemuda pilihan mamaknya. Menerima kenyataan tersebut hati Zainab menjadi sangat
sedih. Dalam hatinya, ia ingin menolak kehendak mamaknya, namun ia tidak mampu
melakukannya. Maka dengan sangat terpaksa, ia menerima pemuda pilihan orang
tuanya itu. Setelah kejadian itu Hamid memutuskan untuk pergi meninggalkan
kampung halamannya. Ia tidak sanggup menanggung beban yang begitu berat. Itulah
sebabnya, ia meninggalkan Zainab dan pergi ke Medan. Sesampainya di Medan, dia
menulis surat kepada Zainab. Dalam suratnya, dia mencurahkan isi hatinya kepada
gadis itu. Dari Medan, Hamid melanjutkan perjalanan menuju Singapura. Kemudian,
dia pergi ke tanah suci Mekkah.
Betapa sedih dan hancurnya hati
Zainab ketika ia menerima surat dari Hamid. Gadis itu merasa tersiksa karena
iapun mencintai Hamid. Ia sangat merindukan pemuda itu. Namun, ia harus
melupakan cintanya karena mamaknya telah menjodohkan dirinya dengan pemuda lain.
Karena selalu dirundung kesedihan, Zainab menjadi sering sakit-sakitan dan ia
kehilangan semangat hidupnya.
Sementara itu, Hamid pun selalu
dirundung kegelisahan karena menahan beban rindunya kepada Zainab. Untuk
menghapuskan kerinduaannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik seorang
Syekh. Sambil bekerja, dia terus memperdalam ilmu agama Islam dengan tekun.
Setelah setahun berada di Mekkah,
Hamid bertemu dengan Saleh, seorang teman kampungnya yang akan melaksanakan
ibadah haji. Ketika itu saleh menjadi tamu di penginapan tempat Hamid bekerja.
Istri Saleh, Rosna adalah teman dekat Zainab sehingga Hamid dapat mendengar
kabar tentang Zainab. Dari penuturan saleh, dia mengetahui bahwa Zainab pun
mencintai dirinya. Sejak kepergiannya, gadis itu sering sakit-sakitan. Ia
sangat menderita batin karena dia menanggung rindu kepadanya. Ia juga
mengetahui bahwa gadis itu tak jadi menikah dengan pemuda pilih ibunya karena
suatu alasan.
Mendengar penuturan Saleh, Hamid
merasa sedih sekaligus gembira. Dia sedih sebab Zainab dalam keadaan menderita
batin. Di lain pihak, ia gembira sebab gadis itu ternyata mencintai dirinya.
Artinya, ia tidak bertepuk sebelah tangan. Selain itu, Zainab akan
menjadi miliknya karena gadis itu tidak menjadi menikah dengan pemuda
pilihan hati mamaknya. Setelah mengetahui kenyataan yang menggembirakan
itu, Hamid memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya setelah ia menunaikan
ibadah haji.
Sementara itu, Saleh mengirimkan
surat kepada istrinya yang isinya menggambarkan pertemuannya dengan Hamid. Ia
menceritakan bahwa Hamid masih menantikan Zainab, dan ia pun
memberitahukan bahwa Hamid akan pulang ke kampung halamannya bila mereka telah
selesai menunaikan ibadah haji.
Rosna memberi surat dari Saleh
kepada Zainab. Ketika membaca surat itu, betapa gembiranya hati Zainab. Ia
tidak pernah menyangka akan bertemu kembali dengan kekasih hatinya.
Ia merasa tak sabar lagi menanti kedatangan kekasih hatinya. Segala kenangan
indah bersama pemuda itu kembali menari-nari dalam pikirannya. Semua perasaannya
itu ia ungkapkan melalui suratnya kepada Hamid.
Hamid menerima surat Zainab dengan
suka cita. Semangatnya untuk segera kembali ke kampung semakin
menggebu-gebu. Dia sangat merindukan kekasihnya. Itulah sebabnya, dia
memaksakan diri untuk tetap menunaikan ibadah haji sekalipun dalam keadaan
sakit. Dia menjalankan setiap tahap yang wajib dilaksanakan untuk kesucian dan
kemurnian ibadah haji dengan penuh semangat. Dalam keadaan sakit parah, ia
tetap melakukan wukuf. Namun , sepulang melakukan wukuf di Padang Arafah,
kondisi tubuhnya semakin melemah. Pada saat yang sama, Saleh mendapat kabar
buruk dari istrinya bahwa Zainab telah meninggal dunia. Ia tidak ingin
memberikan kabar tersebut kepada Hamid karena keadaan pemuda itu yang sedang
sakit parah. Namun, Hamid mendesaknya untuk menceritakan surat tersebut.
Hati Hamid sangat terpukul
mendengar kenyataan itu. Namun karena keimanannya kuat, dia mampu
menerima kenyataan pahit itu dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
Keesokan harinya ia tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun, dalam
perjalanannya dia terjatuh, sehingga Saleh mengupah orang Badui untuk
memapahnya. Setelah acara di Mina keduanya berangkat menuju ke Mesjidil Haram.
Ketika mereka selesai mengelilingi Kabah, Hamid minta diberhentikan di Kiswah.
Sambil memegang Kiswah itu ia mengucapkan “ Ya Rabbi, ya Tuhanku Yang Maha
Pengasih dan Penyayang “ beberapa kali. Suaranya semakin melemah dan
akhirnya berhenti untuk selama-lamanya. Hamid telah meninggal dunia di hadapan
Kabah, rumah Allah, dan ia akan menuju ke sana.
KutipanNovel
Bagian 6, halaman 36 s/d 41
Saya datang kerumah itu, rumah
tempat saya bersenda gurau dengan Zainab diwaktu kecil. Rumah itu seakan-akan
kehilangan semangat dan memang kehilangan semangat, karena bekas-bekas kematian
masih kelihatan nyata. Pintu keluar terbuka sedikit dan saya ketuk daunnya yang
menghadap kedalam; pintu terbuka ............ Zainab yang membukakan.
“ Abang Hamid!” katanya.
Waktu itu kelihatan nyata oleh saya
mukanya merah, nampak sangat gembira melihat kedatangan saya. Baru sekali itu
dan baru sesaat itu selama hidup saya melihat mukanya demikian, yang tak bisa
saya gambarkan dan tuturkan dengan susunan kata, pendeknya wajah yang memberi
saya pengharapan penuh.
“ Bang Hamid ! “ katanya menyambung
perkataannya.
“ Sudah lama benar Abang tak datang
kemari, lupa Abang agaknya kepada kami ! “
Gugup saya hendak menjawab ; saya
pintar mengarang hanyal dan angan-angan, tetapi bila sampai dihadapannya saya
menjadi seorang yang bodoh.
“ Tidak Zainab ,” jawabku dengan
gugup; “ Tapi....... bukankah kita sama-sama kematian ? “
Seketika itu mukanya kembali
ditekurkannya menghadapi kakinya, tangannya berpegang kepinggir pintu,
rambutnya yang halus menutupi sebagaian keningnya dan sepatah katapun dia tak
bicara lagi.
“ Zainab ,” ........kataku pula. “
Sebentar tidaklah saya.........pernah lupa hendak datang kemari, barangkali
engkaulah agaknya yang........ lupa kepadaku “.
Mendengar itu ia bertambah menekur
tak berani dia rupanya mengangkat mukanya lagi dan saya pun gugup pula hendak
menambah perkataan. Memang bodoh saya ini, dan pengecut !
Tiba-tiba dalam saya menyediakan
perkataan yang akan saya katakan pula dan dalam sedang merenungi kecantikan
Zainab, kedengaranlah dari halaman bunyi telapak kaki Mak Asiah menginjak
batu ; Zainab mengangkat mukanya saya berkata, “ Itu ibu datang.”
Saya masih dalam kebingungan, Zainab
lalu kehadapan saya menyambut ketadangan ibunya. Ketika sampai ke beranda dia
berkata, “ Ini Bang Hamid telah datang .”
Mak Asiah masuk dengan gembira,
seraya berkata, “ Sudah lama, Mid ? “
“ Baru sebentar ini, Mak “ jawabku.
Saya disuruhnya duduk, Zainab dengan
segera pergi ke belakang memasak kopi sebagaimana kebiasaannya.
“ Hampir mamak terlalai dari janji
kita. Tadi mamak pergi ke rumah orang sebelah, karena tidak lama lagi dia akan
mengawinkan anaknya. “ dari sekarang menyiapkan yang perlu, maklumlah tetangga
perlu bantu membantu.”
Saya dengarkan perkataannya, tetapi,
pikiran saya masih ingat kepada kejadiaan tadi. Pikiran saya menjalar
kemana-kemana, memikir-mikirkan tekur Zainab dan mukanya yang merah ketika
mula-mula melihat saya; hanya suatu kejadian yang tiba-tiba itu atau adakah dia
merasai sebagai yang saya rasai ? dalam pada itu Mak Asiah masih tetap
membicarakan beberapa perkara, menyebut-nyebut jasa suaminya, menyebut kebaikan
ibuku. Akhirnya sampailah pembicaraan kepada Zainab.
“ Bagaimanakah pikiranmu, Hamid,
tentang adikmu Zainab ini ? “
Darahku berdebar, detik-detik
jantungku berhenti.
“ Apakah yang mamak maksudkan ? “ tanya
saya.
“ Segala kaum kerabat di darat telah
bermupakat dengan mamak hendak mempertalikan Zainab dengan seorang kemenakan
almarhum bapakmu, yang ada di darat itu. Dia sekarang sedang bersekolah
di Jawa. Maksud mereka dengan perkawinan itu supaya harta benda almarhum
bapaknya dapat dijagai oleh kaum keluarga sendiri, oleh kemenakannya, sebab
tidak ada saudara Zainab yang lain, dia anak tunggal. Pertunangan itu telah
disepakati oleh yang patut-patut; jika tak ada aral melintang bulan dimuka ini
hendak dipertunangkan saja dahulu, nanti dimana tamat sekolahnya akan
dilangsungkan perkawinan. Katanya tanah pekuburan ayahnya masih merah, air
matanya belum kering lagi. Itulah sebabnya engkau mamak suruh kemari, akan
mamak lawan berunding. Mamak masih ingat pertalian dengan Zainab, masa engkau
masih kecil dan masa sekolah; engkau banyak mengetahui tabiatnya, apalagi
engkau tak dipandangnya oranglain lagi ; sukakah engkau Hamid menolong mamak ?
“
Lama saya termenung.........
“ Mengapa engkau termenung, Hamid ?
dapatkah engkau menolong mamak, melunakan hatinya dan membujuk dia supaya mau ?
Hamid....... mamak percaya kepadamu sepenuh-penuhnya, sebagai mendiang bapakmu
percaya kepada engkau !,
“ Apakah dapat saya tolong Mak ?
saya seorang yang lemah. Sedangkan ibunya sendiri tak dapat mematuh dan
melunakan hatinya, kononlah saya orang lain, anak semangnya. “
“ Jangan bicara begitu Hamid, engkau
tidak mamak pandang orang lain lagi, almarhum telah memasukan kedalam golongan
kami, walaupun beragih, tetapi tak bercerai. Maka di atas namanya hari ini, di
atas nama Haji Ja’far, mamak meminta tolong melunakan hati adikmu.”
“ O, itu namanya perintah, saya
kabulkan perintah mamak .”
Mukanya kelihatan gembira, meskipun
dia tak sempat memperhatikan bagaimana perubahan muka saya yang telah buram.
Sebentar sesudah itu Zainab datang membawa tiga cangkir kopi dan beberapa
piring kue-kue. Ibunya melihat kepadanya dengan kasih dan mesra, karena di diri
anaknya itulah tergantung pengharapannya yang penghabisan.
“ Duduk, Nab, Bang Hamidmu hendak
berkata sepatah dua dengan engkau, “
Saya masih agak bingung dan Zainab
telah duduk ke dekat ibunya dengan wajah kemalu-maluan.
Beberapa menit lamanya hening saja
dalam ruangan itu, tak seorang pun di antara kami yang berkata-kata; ibunya
seakan-akan menunggu supaya perkataan itu lekas dimulai, Zainab kelihatan agak
gugup, tak mau melihat muka saya, sedang saya masih termenung memikirkan
darimanakah pembicaraan itu akan saya mulai.
“ Bicarakanlah Hamid, banyak amat
tempo terbuang, “ kata ibunya tiba-tiba.
Sulit sekali memulai pembicaraan
itu, sulit menyuruh seseorang mengerjakan suatu pekerjaan yang berat hatinya
melakukan, pekerjaan yang berlawanan dengan kehendak hatinya sendiri. Tetapi
dibalik itu, sebagai seorang anak muda yang telah dicurahi orang kepercayaan
dengan sepenuh-penuhnya, akhirnya hati saya dapat juga saya bulatkan dan saya
mulailah berkata.
“ Begini Zainab..........sudah lama
ayah meninggal semenjak itu lenganglah rumah ini, tiada seorang pembantu pun
yang akan menjaganya. Selain dari itu, menurut aturan hidup didunia,
seorang gadis perlulah mengikuti perintah dan kehendak orang tuanya, terutama
kita orang timur ini. Buat menunjukkan setia dan hormatnya kepada orang tuanya
ia perlu menekan segala perasaan hati sendiri. Dia hanya mesti ingat sebuah
saja yaitu mempergunakan diri baik murah atau mahal untuk berhidmat kepada
orang tua.”
“ Sekarang, karena memikirkan
kemuslihatan rumah tangga dan memikirkan hati ibumu, padahal hanya dia sendiri
lagi yang dapat engkau hidmati, ia berkehendak supaya engkau mau
dipersuamikan.......dipersuamikan dengan kemenakan ayahmu.”
Seakan-akan terlepas dari suatu
beban yang mahaberat saya rasanya, setelah selesai perkataan yang sulit itu.
Selama saya bicara Zainab masih tetap menekur ke meja, tangannya mempermainkan
sebuah putung korek api, diremas-remasnya dan dipatah-patahnya, belum sebuah
juga perkataan keluar dari mulutnya. Setelah kira-kira lima menit lamanya
barulah mukanya di angkatnya, air matanya kelihatan menggelanggang, mengalir
setitik dua titik ke pipinya yang halus montok itu.
“ Bagaimana, Zainab, jawablah
perkataanku ! “
“ Belum Abang, saya belum hendak
kawin.”
“ Atas nama ibu, atas nama almarhum
ayahmu.”
“ Belum, Abang ! sampai hati Abang
memaksa aku ? “
“ Abang bukan memaksa engkau, adik,
ingatlah ibumu.”
Mendengar itu dia kembali terdiam,
ibunya terdiam, ia telah menangis pula. Karam rasanya bumi ini saja pijakan,
gelap tujuan yang akan saya tempuh. Dua kejadian hebat telah membayang dalam
kehidupan saya sehari itu, tak ubahnya dengan seorang yang bermimpi mendapat
sebutir mutiara di tepi lautan besar, sebelum mutiara itu dapat dibawa pulang,
tiba-tiba sudah tersadar; meskipun mata dipaksa tidur kembali, mimpi yang tadi
telah tinggal mimpi, ia telah tamat sehingga itu tidak ada sambungannya
lagi.
Analisis intrinsik
1.
Tokoh dan Penokohan
Hamid;
pemuda yang berbudi luhur dan taat beragama. Ia adalah seorang anak yatim dari
sebuah keluarga miskin. Ia diangkat oleh Haji Ja’far.
Haji
Ja’far ; seorang suadagar kaya yang berh
Asiah ;
istri Haji Ja’far. Ia adalah sangat berbudi luhur.
Zainab ; anak gadis Haji Ja’far. Ia adalah gadis yang
berhati mulia, taat kepada kedua orang tuanya, dan selalu menjalankan perintah
agama.
Rosna ; teman sepermainan dan sahabat
kental Zainab. Ia juga berbudi luhur dan taat kepada ajaran agama.
Saleh ; sahabat karib yang berbudi
luhur dan taat beragama. Dialah suami Rosna
Tema
Masalah kasih tak sampai antara dua
orang kekasih karena perbedaan status sosial yang menjolok.
Amanat
Status sosial tidak harus memjadi
penghalang untuk saling mencintai antara dua orang anak manusia, dan betapa
keberaniaan dari seorang laki-laki sangat dituntut dalam mengungkapkan rasa
cinta tersebut.
.
Latar
Latar
tempat : Padang dan Mekkah
Latar
waktu : sekitar tahun 20-an
B.
Kaitan
Tema Dengan Zaman
Pada saat novel ini dibuat adat
Minangkabau pada saat itu masih sangat kental. Seorang anak perempuan apabila
telah tiba saatnya harus masuk ke dalam pingitan keluarga, ia tidak boleh
berhubungan bebas dengan dunia luar ( lelaki dewasa ), sampai tiba saat ada
pria yang melamarnya atau dijodohkan dengan kerabatnya yang merupakan hasil
kesepakatan keluarga dengan tujuan untuk menjaga status sosial dan memelihara
harta warisan. Karena kondisi seperti itu akan sangat sulit apabila ada
cinta di antara dua status sosial yang berbeda, seperti yang dialami oleh Hamid
yang miskin dan Zainab yang terpandang.
3.2
Pembahasan
Ada beberapa setting yang terdapat
pada roman di bawah lindungan ka’bah
yaitu setting tempat, dan pericianaya adalah sebagai berikut :
”waktu itu saya naik haji. Dari pelabuhan belawan
saya telah berlayar ke jedah(7:3 DLK),dua hari kemudian sayapun sampai di
mekah, tanah suci kaum muslimin sedunia (7:3 DLK), sahabat saya yang baru itu
amat terkejut melihat bahwa sahabat saya ada di mekah (7:2 DLK), hanya dua atau
tiga hari saja sebelum pergi naik haji akan tinggal di mekah (7:4 DLK), rumah
tempatnya tinggal melihat tenang-tenang kepada “gela’ah” (benteng-benteng) tua
di atas puncak jabal hindi (11:2 DLK), di atas sebuah bangku yang berhamparan
daun kurma berjalin (12:1 DLK),
lantaran malu, ayah pindah ke kota padang (15:3 DLK), tinggal dalam rumah kecil
yang kami diami itu (15:3 DLK), hanya duduk dalam rumah di dekat ibu,
mengerjakan apa yang dapat saya tolong (16:2 DLK), saya sanggup menjualkannya
dari lorong ke lorong, dari satu beranda rumah orang ke beranda yang lainya
(16:3 DLK), di dekat rumah kami ada sebuah gedung besar berpekarangan yang
cukup luas (17:3 DLK), rumah itu sudah lama tinggal kosong, karena yang
empuhnya, seorang belanda telah pulang ke eropa (17:3 DLK), tiba-tiba rumah itu
kembali diperbaiki (18:2 DLK), setelah saya akan meninggalkan halaman rumah itu
(19:1 DLK), setelah itu sayapun pulang, sampai di rumah saya katakanlah kepada
ibu perkataan orang di gedung besar itu (20:3 DLK), sejak itu saya telah
leluasa datang ke rumah itu (21:2 DLK), sudah dua tiga kali saya datang ke
rumah yang indah dan bagus itu (19:4
DLK), dari sekolah rendah (H.I.S) saya sama-sama naik dengan anaknya menduduki
mulo (24:4 DLK), pergilah kami berziarah ke perkuburan Ma’ala,tempat hamid
dikuburkan (82:1 DLK), di arafah benar panasnya (75:2 DLK), tiba-tiba dari
tempat tidurnya, hamid berkata (76:3 DLK), jama’ah-jama’ah telah kembali dari
ziarah besar ke madinah (70:2 DLK), di
rumah yang indah-indah dan gedung yang permai-permai yang kiri kanannya di
kelilingi oleh kebun-kebun yang subur (57:3 DLK), setip malam saya duduk
beri’tikaf di dalam mesjidil haram (54:3 DLK), setelah saya sampai di medan
saya buat surat kepada zainab (52:1 DLK), tiada saya di medan, saya menuju ke
singapura (53:1 DLK), mengembara ke Bangkok, berlayar terus memasuki
tanah-tanah Hindustan, dan dari karakhi berlayar menuju ke basrah, masuk ke
irak, melalui sahara nejd dan akhirnya sampailah saya ke tanah suci ini (54:4
DLK), rumah tempat kami tinggal hannya sebuah rumah kecil yang sudah tua, yang
lebih pantas kalau disebut gubuk atau dangau (14:2 DLK).
Dari pernyataan di atas dapat di pastikan setting
tempat dalam roman di bawah lindungan ka’bah sanggatlah beragam.
Di dalam roman di bawah lindungan ka’bah juga
terdapat setting waktu,dapat di perjelas dengan penjelasan sebagai berikut :
Waktu itu saya naik haji (7:3 DLK), baharu dua bulan
saja, semenjak awal ramadhan sampai syawal (10:2 DLK), pada suatu malam sedang
duduk seorang dirinya di atas suntuh (12:1 DLK), massa saya masih berusia 4
tahun,ayah saya telah wafat (14:2 DLK), di waktu malam, ketika akan tidur kerap
kali ibu menceritakaan kebaikan ayah semasa beliau hidup (13:2 DLK), anak-anak
yang lain di waktu pagi masuk bangku sekolah, saya sendiri tidak (17:2 DLK),
umur saya telah masuk 6 tahun, setahun lagi sudah mesti menduduki bangku
sekolah (17:2 DLK), tiap-tiap pagi saya slalu di hadapkan rumah itu (18:4 DLK),
pada sore harinya dengan takut-takut cemas pergilah dia ke rumah besar itu
(20:3 DLK), pada suatu pagi saya datang ke muka ibu saya,dengan perasaan yang
sangat gembira (22:1 DLK), suatu kali kelihatan oleh saya, sedang saya
mengerjakan thawaf keliling ka’bah (11:2DLK), besok paginya, saya tidak
menjunjung nyiru tempat kue lagi (22:3 DLK), kadang-kadang di waktu sore kami
duduk di beranda muka, membalik-balik buku gambar, bertengkar dan berkelahi,
kemuduan damai pula (23:3 DLK), hari minggu kami diizinkan pergi ke tepi laut,
ke muara atau ke tepi batang arau (23:4 DLK), waktu itu kelihatan nyata oleh
saya mukanya merah (42:4 DLK),berapa menit lamanya hening saja dalam ruangan
itu (47:2 DLK), bertahun-tahun kami hidup laksana berkakak (60:4 DLK), pada
suatu hari, hari yang tiada dapat saya lupakan, ia datang ke rumah ini menemui
ibu (63:2 DLK), waktu itu isteriku menjawab (65:4 DLK), sepuluh hari sebelum
orang-orang haji berangkat ke arafah mengerjakan wukuf (70:3 DLK), pada hari ke
delapan bulan zu’lhijjah datang (74:1 DLK), pukul 4 sore kami tawaf keliling ka’bah
(82:7 DLK), sehari sebelum kami meninggalkan mekah (82:1 DLK)
Dari pernyatataan di atas dapat di simpulkan bahwa
roman di bawah lindungan ka’bah ini sangat berpariatif, terutama dalam hal
setting. Dari setting tempat hingga setting waktunya sendiri sangatlah
berfariatif.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel
merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur
instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan
manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel,
si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk
mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui
cerita yang terkandung dalam novel tersebut.
4.2 Saran
Makalah yang kami buat belum sempurna sesuai yang diharapkan. Masih
terdapat banyak kekurangan maupun kesalahan.
Kami juga menyadari
bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itulah penulis
akan menerima dengan senang hati dan penuh rasa hormat akan adanya kritik dan
saran yang bersifat membangun. Semoga penelitian ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas kepada pembaca dan bagi para mereka yang membutuhkannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar